2.1 Peristiwa - Peristiwa Pasca Proklamasi
Pada
tanggal 17 Agustus 1945 pada pukul 05.00. Para anggota PPKI dan tokoh-tokoh
pemuda keluar dari rumah Laksamana Maeda setelah berhasil merumuskan teks
Proklamasi. Mereka sepakat untuk memproklamasikan kemerdekaan di rumah Ir.
Soekarno di jalan pegangsaan timur 56 pada pukul 11.30 (10.00 WIB sekarang).
Sebelum pulang Bung Hatta berpesan kepada para pemuda yang bekerja di lembaga
pers da kantor berita, untuk memperbanyak teks proklamasi dan menyiarkan ke
seluruh dunia.
Pada pagi itu pekarangan rumah Ir.
Soekarno sudah dipadati oleh sejumlah masa pemuda. Untuk menjaga keamanan dr.
muwardi meminta kepada cudanco Latief
Hendraningrat untuk menugasi beberapa anak buahnya berjaga-jaga di daerah
sekitar rumah Ir. Soekarno. Sebagaimana yang telah disepakati semula, para
anggota PPKI menjelang pukul 10.30 telah berdatangan di Pegangsaan Timur.
Diantara mereka adalah dr. buntaran Martoatmodjo, Mr. A.A. Maramis, Mr.
Latuhary, dll.
Rangkaian acara yang akan dilaksanakan
dalam upacara itu adalah: pembacaan Proklamasi, pengibaran bendera Merah Putih,
dan sambutan wali Kota Suwijo dan dr. Mawardi. Ketika waktu mendekati pukul
10.00 sedangkan acara belum juga dimulai, para pemuda yang berdiri menunggu
sejak pagi mulai tidak sabar. Mereka diliputi suasana tegang berkeinginan keras
agar pembacaan Proklamasi segera dilakukan. Mereka mendesak dr. Muwardi untuk
mengingatkan Bung Karno bahwa hari telah siang. Akhirnya dr. Muwardi
memberanikan diri menemui Bung Karno yang masih berada di kamar dan
menyampaikan keinginan para pemuda, namun Bung Karno menolak membacakan
Proklamasi sendiri tanpa kehadiran Bung Hatta.
Lima menit sebelum acara dimulai, Hatta
datang. Ia langsung menuju kamar Bung Karno. Beberapa menit sebelum pukul 10.00
kedua pemimpin tersebut keluar bersama-sama menuju tempat upacara, diiringi
oleh Nyonya Fatmawati Soekarno. Upacara berlangsung tanpa protocol. Segera Latief member aba-aba kepada seluruh
barisan pemuda yang telah menunggu sejak pagi. Semua berdiri tegak dengan sikap
sempurna. Sebelum membacakan teks Proklamasi, Bung Karno menyampaikan pidato
singkat. Dikatakannya bahwa perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai
kemerdekaan sudah berlangsung puluhan, bahkan ratusan tahun, dan mengalami
gelombang naik dan turun. Mengenai perjuangan dalam zaman Jepang dikatakannya,
“ tampaknya saja kita menyandarkan diri pada mereka, tetapi pada hakikatnya
tetap kita menyusun tenaga kita sendiri.“ pada bagian akhir pidato singkat itu
Bung Karno mengatakan, “hanya bangsa yang berani mengambil nasib dalam
tangannya sendiri, akan dapat berdiri dengan kuatnya.”
Sesudah menyampaikan pidato singkat itu,
Bung Karno dengan didampingi Bung Hatta membacakan teks Proklamasi.
PROKLAMASI
Kami bangsa Indonesia
dengan ini menjatakan Kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal jang mengenai pemindahan
kekoeasaan dan lain-lain, diselenggarakan dengan tjara saksama dan dalam tempo
jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, hari 17 boelan 8
tahoen 05
Atas nama bangsa Indonesia
Soekarno / Hatta
Pembacaan Proklamasi
diakhiri Bung Karno dengan penegasan:
“Kita sekarang telah merdeka. Tidak ada
satu ikatan lagi yang mengikat tanah air kita dan bangsa kita! Mulai saat ini
kita menyusu Negara kita! Negara Merdeka, Negara Republik Indonesia Merdeka,
kekal dan abadi. Insya Allah, Tuhan memberkati kemerdekaan kita itu.”
Peristiwa besar itu berlangsung hanya
selama lebih kurang satu jam dengan penuh kekhidmatan. Sekalipun sangat
sederhana, ia membawa perubahan yang luar biasa dalam kehidupan bangsa
Indonesia.
Berita Proklamasi yang telah meluas di
seluruh Jakarta segera disebarkan ke seluruh Kepala Bagian Radio Kantor Berita Domei. Segera ia memerintahkan F.Wuz,
seorang markonis, supaya berita itu disiarkan tiga kali berturut-turut.
Orang-orang Jepang yang mendengarkan berita tersebut dengan marah memerintahkan
agar penyiaran berita itu dihentikan. Namun, Waidan Penelewen memerintahkan
F.Wuz untuk terus menyiarkannya. Berita ini kemudian diulangi setiap setengah
jam sampai pukul 16.00 saat siaran berhenti. Sehingga pada hari senin 20
Agustus 1945 pemancar itu disegel oleh Jepang dan para pegawainya dilarang
masuk.
Sekalipun
pemancar pada kantor berita Domei disegel,
para pemuda tidak kehilangan akal. Mereka membuat pemancar baru, dengan bantuan
beberapa orang teknisi radio, Sukarman, Sutamto, Susilahadja dan Suhandar.
Alat-alat pemancar yang diambil dari kantor berita Domei bagian demi bagian dibawa kerumah Waidan B. Penelewen, dan
sebagian ke menteng 31. Akhirnya terciptalah pemancar baru di Menteng 31,
dengan kode panggilan DJK I. Dari sinilah seterusnya berita proklamasi
disiarkan. Usaha para pemuda dalam menyiarkan berita ini tidak terbatas lewat
radio, tetapi juga lewat pers dan surat selebaran. Hampir seluruh harian di
Jawa dalam penerbitannya tanggal 20 Agustus membuat berita Proklamasi dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.
2.2 Dukungan Berbagai Daerah Dalam Proklamasi
Republik Indonesia
Setelah
berita Proklamasi Kemerdekaan menyebar ke penjuru Indonesia hal itu dikarenakan
sulitnya komunikasi dan penyegelan radio yang dilakukan Jepang. Setelah berita
Proklamasi menyebar dan diketahui tokoh-tokoh daerah segera menyatakan
dukungannya. Raja Ngayogyakarta Hadiningrat , Sultan Hamengku Buwono IX tanggal
18 Agustus mengirimkan telegram ucapan selamat atas diproklamasikan
kemerdekaan kepada Ir.Sukarno, Drs. Moh.
Hatta dan dr. Radjiman Wediodiningrat (Atmakusumah:65).
Dukungan
daerah umumnya diwujudkan dengan pembentukan pemerintahan dan KNI setempat
diberbagai daerah seperti Pemerintahan RI di Semarang terbentuk pada tanggal 19
Agustus 1945, di Surabaya tanggal 3 September 1945,dll. Namun dapat dikatakan
bahwa pada bulan Oktober 1945 pemerintah RI di daerah-daerah sudah berhasil
didirikan. Masyarakat umum juga menyatakan dukungannya dalam bentuk rapat-rapat
raksasa, misalnya : pada tanggal 11 September mengadakan rapat raksasa di
Tambaksari disusul kemudian di Pasar Turi tanggal 17 September 1945. Sementara
itu Rapat raksasa yang berskala nasional berlangsung tanggal 19 September 1945
di Lapangan IKADA Jakarta. Tujuannya ialah agar para pemimpin pemerintahan
berbicara langsung dengan rakyat. Rencana rapat raksasa tersebut dilakukan
dengan dua cara yaitu persiapan pengerahan massa dan menyampaikan rencana itu
kepada Presiden dan Wakil Presiden.
Persoalannya
ialah bagaimana sikap penguasa Jepang setelah mereka menyerah dan menjadi alat
sekutu. Masalah ini lalu dibicarakan dalam sidang kabinet. Sementara itu massa
sudah berbondong-bondong membanjiri IKADA siap mendengarkan pidato dari
presiden. Situasi sangat tegang karena Lapangan Ikada dijaga secara ketat oleh
pasukan Jepang.
Sementara itu dukungan dari berbagai
daerah yang berbentuk Kerajaan Kasultanan Yogyakarta yang nampak dalam pernyataannya tanggal 5
September 1945. Dalam pernyataan tersebut Sri Sultan Hamengku Buwono IX
menegaskan bahwa Negeri Ngayogyokarto Hadiningrat yang bersifat kerajaan sebagai
Daerah Istimewa dalam Negara Republik Indonesia. Pernyataan tersebut merupakan
suatu keputusan yang cukup berani dan bijak di dalam negara kerajaan yang
berdaulat. Sesuai dengan konsep negara kesatuan yang dianut Indonesia, tidak
akan ada negara di dalam negara. Kalau hal tersebut terjadi akan memudahkan
bangsa asing mengadu domba. Dukungan terhadap negara kesatuan dan pemerintah
Republik Indonesia juga datang dari rakyat dan pemuda. Berikut ini beberapa
peristiwa sebagai wujud dukungan rakyat secara spontan terhadap Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia.
Dukungan di Surabaya merupakan bukti
historis yaitu adanya insiden perobekan bendera Belanda oleh Arek-Arek Suroboyo
tanggal 19 September 1945 ketika orang-orang Belanda bekas tawanan Jepang
menduduki Hotel Yamato, dengan dibantu segerombolan pasukan Serikat.
Orang-orang Belanda tersebut mengibarkan bendera mereka di puncak Hotel Yamato.
Hal tersebut memancing kemarahan para pemuda. Hotel tersebut diserbu para
pemuda, setelah permintaan Residen Sudirman untuk menurunkan bendera Belanda
ditolak penghuni hotel. Bentrokan tidak dapat dihindarkan. Beberapa pemuda
berhasil memanjat atap hotel serta menurunkan bendera Belanda yang berkibar di
atasnya. Mereka merobek warna birunya dan mengibarkan kembali sebagai Merah
Putih. Dari kesekian dukungan berbagai daerah dapat disimpulkan bahwa bangsa
Indonesia dengan kebulatan tekad telah menyatakan ikrar kemerdekaan di penjuru
Indonesia.
2.3 Pembentukan
Kelengkapan Lembaga-Lembaga Negara RI
Pada
hari minggu tanggal 19 agustus 1945, PPKI melanjutkan sidangnya. Sebelum acara
dimulai, Presiden Soekarno menunjuk Mr. Ahmad Subarjo, Sutarjo Kartohadikusumo,
dan Mr. Kasman untuk membentuk panitia kecil yang akan membicarakan bentuk
departemen, bukan personalianya. Rapat panitia kecil tersebut dipimpin oleh
Otto Iskandardinata. Pada malam hari
tanggal 19 agustus 1945, Presiden Soekarno, Wakil Presiden Moh. Hatta, Mr.
Sartono, Suwiryo, Otto Iskandardinata, Sukarjo wirjopranoto, dr. Bundatara,
Mr.A.G. Pringgodigdo, Sutarjo Kartohadikusumo, dan dr. Tajuddin berkumpul di
Jl. Gambir Selatan No. 10 untuk membahas pemilihan orang-orang yang akan
diangkat menjadi anggota KNI (Komite Nasional Indonesia Pusat). Komite ini
bertugas membantu presiden sebelum MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) dan DPR
(Dewan Perwakilan Rakyat) terbentuk. Pertemuan itu menyepakati keanggotaan KNIP
(Komite Nasional Indonesia Pusat) berjumlah 60 orang. Rapat pertama KNIP direncanakan
tanggal 29 Agustus 1945 malam, bertempat di Gedung Komedi (Gedung Kesenian)
Pasar Baru, Jakarta.
2.3.1 Hasil
Sidang PPKI
Kesibukan
para pemimpin sesudah Proklamasi adalah menyusun tatanan kehidupan kenegaraan.
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Mengadakan rapat untuk
membentuk kelengkapan berdirinya suatu negara yang bersidang sebanyak 3 kali,
hasilnya antara lain:
1.
Sidang PPKI 1
Ø Merumuskan
Pada
tanggal 18 Agustus 1945, yaitu rapat yang pertama sesudah Proklamasi. Pada saat
itu Soekarno-Hatta merencanakan untuk menambah Sembilan orang anggota baru,
termasuk dari golongan pemuda, antara lain, Sukarni, Chairul Saleh, dan Wikana.
Akan tetapi setelah berlangsung pembicaraan yang tidak memuaskan antara Hatta
dan Chairul, para pemuda meninggalkan tempat. Mereka masih menganggap bahwa
PPKI adalah aparat Jepang. Rapat diadakan di Penjambon di gedung Departemen
Luar Negeri sekarang. Sebelum rapat dimulai, Soekarno-Hatta meminta Ki Bagus
Hadikusumo, K.H Wahid Hasyim, Mr. Kasman untuk membahas rancangan pembukaan
undang-undang dasar, yang dibuat pada 22 juni 1945, khususnya mengenai kalimat
“ Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya”, karena pemeluk agama lain keberatan dengan kalimat
tersebut. Peristiwa ini mengatakan bahwa dicantumkannya kata-kata “dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” akan menyebabkan
pemeluk agama lain di daerah Indonesia Timur merasa didiskriminasikan dan
karena itu mereka lebih suka berdiri diluar RI. Dilain merumuskan
18
Agustus
Diselenggarakan
sidang pertama PPKI mereka mengadakan rapat pertama dalam suasana kemerdekaan.
Rapat itu menghasilkan keputusan pengesahan UUD 1945, terpilihnya Sukarno dan
Moh.Hatta menjadi Presiden dan Wakil Presiden untuk sementara waktu Presiden
dibantu oleh sebuah Komite Nasional Indonesia (Rini Yuniarti : 46). Tanggal 18
Agustus PPKI menetapkan UUD RI dan memilih Presiden dan Wakil Presiden dimana
terpilih secara aklamasi Ir.Soekarno dan Moh.Hatta (Iwa Kusumasumantri, 1961 :
8).
19
Agustus
Hari
Minggu PPKI antara lain memutuskan
pembentukan Kabinet dan pembagian wilayah RI dalam 8 Provinsi sekaligus
menunjuk gubernur-gubernurnya. Kabinet pertama itu berbentuk Kabinet
Presidensil yaitu Kabinet yang dipimpin langsung oleh Presiden RI. Tanggal 19
Agustus PPKI membentuk Kabinet RI Pertama yaitu kabinet Presidensiil, ditetapkan
berapa Departemen, ditunjuk orang-orang yang akan menjadi Menteri, kecuali
Menteri Pertahanan yang masih kurang dan terkecuali memberi pertahanan yang
masih kurang dan Gubernur-gubernur untuk tiap-tiap Provinsi ditetapkan
orang-orangnya (kempen, 1950:7).
22
Agustus 1945
PPKI
bersidang dan menghasilkan ditetapkan pembentukan alat perlengkapan Negara
antara lain
1.4 Pertentangan Syahrir dan Sukarno Dalam
Kabinet Pertama Republik Indonesia (Kabinet Sutan Syahrir).
Pimpinan pusat di Jakarta hanya mempunyai sedikit hubungan pengaruh
atau simpati dengan tindak kekerasan. Kehadiran Sekutu yang lebih awal dan
lebih kuat di Jakarta itu mengandung arti bahwa di sana hanya terjadi sedikit
kekerasan revolusioner dan pimpinan pusat terikat pada suatu revolusi yang
tertib yang akan memperoleh pengakuan diplomatik. Akan tetapi Sukarno yang
tampaknya sangat dibutuhkan dan menjalin kerjasama sekaligus mendapat dukungan
pihak Jepang.
Dengan demikian muncullah
Sutan Syahrir di dalam gerakan kalangan elite Jakarta, sebagian karena ia tidak
bekerjasama dengan pihak Jepang dan oleh karenanya dapat diterima pihak sekutu.
Sebagian karena dia diyakini mempunyai pengaruh istimewa dikalangan pemuda
Republik. Pamfletnya yang berjudul Perdjuangan Kita diterbitkan bulan Nopember
1945 menunjukkan bahwa Syahrir benar-benar terkait pada gagasan tentang suatu
Revolusi Sosialis Internasional yang akan bersifat demokratis, anti bangsawan,
anti fasis dan dengan demikian menentang orang-orang seperti Sukarno yang telah
mengagumi gagasan-gagasan Jepang.
Akan tetapi hal itu juga
menimbulkan jalan pikiran Syahrir yang bercorak Eropa mendalam. Sehingga sulit
baginya memahami ketegangan-ketegangan sosial, apalagi hal itu menunjukkan
dasar untuk saling tidak percaya antara dirinya dengan kekuatan militer
Republik yang kebanyakan mempunyai akar-akarnya pada pendudukan Jepang. Tanggal
16 Oktober 1945 Syahrir dan Amir Syarifuddin yang tidak saja menolak untuk
bekerja sama dengan Jepang, mereka mengadakan suatu pengambil alihan kekuasaan
dalam KNIP. Masa kekuasaan presiden yang istimewa berakhir, komite tersebut
diberi kekuasaan legislatif yang akan diselenggarakan oleh sebuah Badan Pekerja
Komite Nasional Indonesia Pusat yang dipilih oleh Syahrir dan Amir.
Tanggal 14 Nopember dibentuk suatu Kabinet baru Syahrir menjadi Perdana
Menteri (1945-7) merangkap sebagai Menteri Luar Negeri dan Menteri Dalam Negeri
sedangkan Amir Syarifuddin menjadi Menteri Keamanan Rakyat dan Penerangan.
Dengan demikian dalam praktiknya hanya dalam waktu kurang dari 3 bulan UUD 1945
dicabut walaupun dalam teori masih berlaku. Sukarno, Moh.Hatta dan pemimpin
lainnya telah dimanfaatkan Jepang dan semakin terdesak ke belakang sementara
Syahrir, Amir Syarifuddin dan pengikutnya dalam gerakan-gerakan pemuda bawah
tanah memperoleh kekuasaan di pusat ( Ricklefs 1993, 67-68).
Sejak KNI Pusat berada di
bawah Syahrir maka Sutan Syahrir beserta badan pekerjanya memakai kesempatan
itu untuk mendesak pemerintahan (Kabinet Pertama) supaya mengumumkan politik
programnya. Dari dasar-dasar yang dikeluarkan oleh Syahrir dari garis-garis
besar Maklumat politik tanggal 1 Nopember, Syahrir mempergunakan sentimen
pemuda di Menteng 31 dan Rakyat yang tidak puas dengan pimpinan Kabinet
Presiden RI sebab tidak tegas menghadapi Jepang Iggris. Melihat garis-garis
besar Maklumat Politik itu akhirnya Syahrir memanggil lagi sidang KNI Pleno dan
rapatnya 26 Nopember memutuskan mengusulkan perubahan pemerintahan lama dengan
: mengusulkan pertanggung jawaban Kementerian dan Mengusulkan Susunan Dewan
Kementerian baru.
Putusan inilah yang
menyebabkan Syahrir dapat menjatuhkan susunan Kabinet Pertama dengan berubahnya
susunan Kabinet Presiden menjadi Kabinet yang bertanggung jawab.
DAFTAR PUSTAKA
Malik,Adam.
1984. Mengabdi Republik. Jakarta : P.T Gunung Agung.
M.C Ricklefs.
1993. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
IC.Krisnadi.
2000. Sejarah Indonesia Kontemporer. Jember: Jember University Press.
D.Rini Yunarti.
2003. BPUPKI, PPKI, Proklamasi Kemerdekaan RI. Jakarta : PT. Kompas Media
Nusantara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar