Selasa, 16 April 2013

KOORDINASI DAN PENATAAN KELEMBAGAAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PASCA PROKLAMASI

2.1  Peristiwa - Peristiwa Pasca Proklamasi
       Pada tanggal 17 Agustus 1945 pada pukul 05.00. Para anggota PPKI dan tokoh-tokoh pemuda keluar dari rumah Laksamana Maeda setelah berhasil merumuskan teks Proklamasi. Mereka sepakat untuk memproklamasikan kemerdekaan di rumah Ir. Soekarno di jalan pegangsaan timur 56 pada pukul 11.30 (10.00 WIB sekarang). Sebelum pulang Bung Hatta berpesan kepada para pemuda yang bekerja di lembaga pers da kantor berita, untuk memperbanyak teks proklamasi dan menyiarkan ke seluruh dunia.
       Pada pagi itu pekarangan rumah Ir. Soekarno sudah dipadati oleh sejumlah masa pemuda. Untuk menjaga keamanan dr. muwardi meminta kepada cudanco Latief Hendraningrat untuk menugasi beberapa anak buahnya berjaga-jaga di daerah sekitar rumah Ir. Soekarno. Sebagaimana yang telah disepakati semula, para anggota PPKI menjelang pukul 10.30 telah berdatangan di Pegangsaan Timur. Diantara mereka adalah dr. buntaran Martoatmodjo, Mr. A.A. Maramis, Mr. Latuhary, dll.
       Rangkaian acara yang akan dilaksanakan dalam upacara itu adalah: pembacaan Proklamasi, pengibaran bendera Merah Putih, dan sambutan wali Kota Suwijo dan dr. Mawardi. Ketika waktu mendekati pukul 10.00 sedangkan acara belum juga dimulai, para pemuda yang berdiri menunggu sejak pagi mulai tidak sabar. Mereka diliputi suasana tegang berkeinginan keras agar pembacaan Proklamasi segera dilakukan. Mereka mendesak dr. Muwardi untuk mengingatkan Bung Karno bahwa hari telah siang. Akhirnya dr. Muwardi memberanikan diri menemui Bung Karno yang masih berada di kamar dan menyampaikan keinginan para pemuda, namun Bung Karno menolak membacakan Proklamasi sendiri tanpa kehadiran Bung Hatta.
       Lima menit sebelum acara dimulai, Hatta datang. Ia langsung menuju kamar Bung Karno. Beberapa menit sebelum pukul 10.00 kedua pemimpin tersebut keluar bersama-sama menuju tempat upacara, diiringi oleh Nyonya Fatmawati Soekarno. Upacara berlangsung tanpa protocol.  Segera Latief member aba-aba kepada seluruh barisan pemuda yang telah menunggu sejak pagi. Semua berdiri tegak dengan sikap sempurna. Sebelum membacakan teks Proklamasi, Bung Karno menyampaikan pidato singkat. Dikatakannya bahwa perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaan sudah berlangsung puluhan, bahkan ratusan tahun, dan mengalami gelombang naik dan turun. Mengenai perjuangan dalam zaman Jepang dikatakannya, “ tampaknya saja kita menyandarkan diri pada mereka, tetapi pada hakikatnya tetap kita menyusun tenaga kita sendiri.“ pada bagian akhir pidato singkat itu Bung Karno mengatakan, “hanya bangsa yang berani mengambil nasib dalam tangannya sendiri, akan dapat berdiri dengan kuatnya.”
       Sesudah menyampaikan pidato singkat itu, Bung Karno dengan didampingi Bung Hatta membacakan teks Proklamasi.

PROKLAMASI
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan Kemerdekaan Indonesia.
       Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan dan lain-lain, diselenggarakan dengan tjara saksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.
                   Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05  
        Atas nama bangsa Indonesia  
   Soekarno / Hatta

Pembacaan Proklamasi diakhiri Bung Karno dengan penegasan:
       “Kita sekarang telah merdeka. Tidak ada satu ikatan lagi yang mengikat tanah air kita dan bangsa kita! Mulai saat ini kita menyusu Negara kita! Negara Merdeka, Negara Republik Indonesia Merdeka, kekal dan abadi. Insya Allah, Tuhan memberkati kemerdekaan kita itu.”
       Peristiwa besar itu berlangsung hanya selama lebih kurang satu jam dengan penuh kekhidmatan. Sekalipun sangat sederhana, ia membawa perubahan yang luar biasa dalam kehidupan bangsa Indonesia.
       Berita Proklamasi yang telah meluas di seluruh Jakarta segera disebarkan ke seluruh Kepala Bagian Radio Kantor Berita Domei. Segera ia memerintahkan F.Wuz, seorang markonis, supaya berita itu disiarkan tiga kali berturut-turut. Orang-orang Jepang yang mendengarkan berita tersebut dengan marah memerintahkan agar penyiaran berita itu dihentikan. Namun, Waidan Penelewen memerintahkan F.Wuz untuk terus menyiarkannya. Berita ini kemudian diulangi setiap setengah jam sampai pukul 16.00 saat siaran berhenti. Sehingga pada hari senin 20 Agustus 1945 pemancar itu disegel oleh Jepang dan para pegawainya dilarang masuk.
       Sekalipun pemancar pada kantor berita Domei disegel, para pemuda tidak kehilangan akal. Mereka membuat pemancar baru, dengan bantuan beberapa orang teknisi radio, Sukarman, Sutamto, Susilahadja dan Suhandar. Alat-alat pemancar yang diambil dari kantor berita Domei bagian demi bagian dibawa kerumah Waidan B. Penelewen, dan sebagian ke menteng 31. Akhirnya terciptalah pemancar baru di Menteng 31, dengan kode panggilan DJK I. Dari sinilah seterusnya berita proklamasi disiarkan. Usaha para pemuda dalam menyiarkan berita ini tidak terbatas lewat radio, tetapi juga lewat pers dan surat selebaran. Hampir seluruh harian di Jawa dalam penerbitannya tanggal 20 Agustus membuat berita Proklamasi dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.

2.2  Dukungan Berbagai Daerah Dalam Proklamasi Republik Indonesia
       Setelah berita Proklamasi Kemerdekaan menyebar ke penjuru Indonesia hal itu dikarenakan sulitnya komunikasi dan penyegelan radio yang dilakukan Jepang. Setelah berita Proklamasi menyebar dan diketahui tokoh-tokoh daerah segera menyatakan dukungannya. Raja Ngayogyakarta Hadiningrat , Sultan Hamengku Buwono IX tanggal 18 Agustus mengirimkan telegram ucapan selamat atas diproklamasikan kemerdekaan  kepada Ir.Sukarno, Drs. Moh. Hatta dan dr. Radjiman Wediodiningrat (Atmakusumah:65).
       Dukungan daerah umumnya diwujudkan dengan pembentukan pemerintahan dan KNI setempat diberbagai daerah seperti Pemerintahan RI di Semarang terbentuk pada tanggal 19 Agustus 1945, di Surabaya tanggal 3 September 1945,dll. Namun dapat dikatakan bahwa pada bulan Oktober 1945 pemerintah RI di daerah-daerah sudah berhasil didirikan. Masyarakat umum juga menyatakan dukungannya dalam bentuk rapat-rapat raksasa, misalnya : pada tanggal 11 September mengadakan rapat raksasa di Tambaksari disusul kemudian di Pasar Turi tanggal 17 September 1945. Sementara itu Rapat raksasa yang berskala nasional berlangsung tanggal 19 September 1945 di Lapangan IKADA Jakarta. Tujuannya ialah agar para pemimpin pemerintahan berbicara langsung dengan rakyat. Rencana rapat raksasa tersebut dilakukan dengan dua cara yaitu persiapan pengerahan massa dan menyampaikan rencana itu kepada Presiden dan Wakil Presiden.
       Persoalannya ialah bagaimana sikap penguasa Jepang setelah mereka menyerah dan menjadi alat sekutu. Masalah ini lalu dibicarakan dalam sidang kabinet. Sementara itu massa sudah berbondong-bondong membanjiri IKADA siap mendengarkan pidato dari presiden. Situasi sangat tegang karena Lapangan Ikada dijaga secara ketat oleh pasukan Jepang.
       Sementara itu dukungan dari berbagai daerah yang berbentuk Kerajaan Kasultanan Yogyakarta  yang nampak dalam pernyataannya tanggal 5 September 1945. Dalam pernyataan tersebut Sri Sultan Hamengku Buwono IX menegaskan bahwa Negeri Ngayogyokarto Hadiningrat yang bersifat kerajaan sebagai Daerah Istimewa dalam Negara Republik Indonesia. Pernyataan tersebut merupakan suatu keputusan yang cukup berani dan bijak di dalam negara kerajaan yang berdaulat. Sesuai dengan konsep negara kesatuan yang dianut Indonesia, tidak akan ada negara di dalam negara. Kalau hal tersebut terjadi akan memudahkan bangsa asing mengadu domba. Dukungan terhadap negara kesatuan dan pemerintah Republik Indonesia juga datang dari rakyat dan pemuda. Berikut ini beberapa peristiwa sebagai wujud dukungan rakyat secara spontan terhadap Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
       Dukungan di Surabaya merupakan bukti historis yaitu adanya insiden perobekan bendera Belanda oleh Arek-Arek Suroboyo tanggal 19 September 1945 ketika orang-orang Belanda bekas tawanan Jepang menduduki Hotel Yamato, dengan dibantu segerombolan pasukan Serikat. Orang-orang Belanda tersebut mengibarkan bendera mereka di puncak Hotel Yamato. Hal tersebut memancing kemarahan para pemuda. Hotel tersebut diserbu para pemuda, setelah permintaan Residen Sudirman untuk menurunkan bendera Belanda ditolak penghuni hotel. Bentrokan tidak dapat dihindarkan. Beberapa pemuda berhasil memanjat atap hotel serta menurunkan bendera Belanda yang berkibar di atasnya. Mereka merobek warna birunya dan mengibarkan kembali sebagai Merah Putih. Dari kesekian dukungan berbagai daerah dapat disimpulkan bahwa bangsa Indonesia dengan kebulatan tekad telah menyatakan ikrar kemerdekaan di penjuru Indonesia.

2.3  Pembentukan Kelengkapan Lembaga-Lembaga Negara RI
       Pada hari minggu tanggal 19 agustus 1945, PPKI melanjutkan sidangnya. Sebelum acara dimulai, Presiden Soekarno menunjuk Mr. Ahmad Subarjo, Sutarjo Kartohadikusumo, dan Mr. Kasman untuk membentuk panitia kecil yang akan membicarakan bentuk departemen, bukan personalianya. Rapat panitia kecil tersebut dipimpin oleh Otto Iskandardinata. Pada malam hari tanggal 19 agustus 1945, Presiden Soekarno, Wakil Presiden Moh. Hatta, Mr. Sartono, Suwiryo, Otto Iskandardinata, Sukarjo wirjopranoto, dr. Bundatara, Mr.A.G. Pringgodigdo, Sutarjo Kartohadikusumo, dan dr. Tajuddin berkumpul di Jl. Gambir Selatan No. 10 untuk membahas pemilihan orang-orang yang akan diangkat menjadi anggota KNI (Komite Nasional Indonesia Pusat). Komite ini bertugas membantu presiden sebelum MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) dan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) terbentuk. Pertemuan itu menyepakati keanggotaan KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) berjumlah 60 orang. Rapat pertama KNIP direncanakan tanggal 29 Agustus 1945 malam, bertempat di Gedung Komedi (Gedung Kesenian) Pasar Baru, Jakarta.
2.3.1    Hasil Sidang PPKI
Kesibukan para pemimpin sesudah Proklamasi adalah menyusun tatanan kehidupan kenegaraan. Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Mengadakan rapat untuk membentuk kelengkapan berdirinya suatu negara yang bersidang sebanyak 3 kali, hasilnya antara lain:
1.        Sidang PPKI 1
Ø Merumuskan
Pada tanggal 18 Agustus 1945, yaitu rapat yang pertama sesudah Proklamasi. Pada saat itu Soekarno-Hatta merencanakan untuk menambah Sembilan orang anggota baru, termasuk dari golongan pemuda, antara lain, Sukarni, Chairul Saleh, dan Wikana. Akan tetapi setelah berlangsung pembicaraan yang tidak memuaskan antara Hatta dan Chairul, para pemuda meninggalkan tempat. Mereka masih menganggap bahwa PPKI adalah aparat Jepang. Rapat diadakan di Penjambon di gedung Departemen Luar Negeri sekarang. Sebelum rapat dimulai, Soekarno-Hatta meminta Ki Bagus Hadikusumo, K.H Wahid Hasyim, Mr. Kasman untuk membahas rancangan pembukaan undang-undang dasar, yang dibuat pada 22 juni 1945, khususnya mengenai kalimat “ Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”, karena pemeluk agama lain keberatan dengan kalimat tersebut. Peristiwa ini mengatakan bahwa dicantumkannya kata-kata “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” akan menyebabkan pemeluk agama lain di daerah Indonesia Timur merasa didiskriminasikan dan karena itu mereka lebih suka berdiri diluar RI. Dilain merumuskan
18 Agustus
Diselenggarakan sidang pertama PPKI mereka mengadakan rapat pertama dalam suasana kemerdekaan. Rapat itu menghasilkan keputusan pengesahan UUD 1945, terpilihnya Sukarno dan Moh.Hatta menjadi Presiden dan Wakil Presiden untuk sementara waktu Presiden dibantu oleh sebuah Komite Nasional Indonesia (Rini Yuniarti : 46). Tanggal 18 Agustus PPKI menetapkan UUD RI dan memilih Presiden dan Wakil Presiden dimana terpilih secara aklamasi Ir.Soekarno dan Moh.Hatta (Iwa Kusumasumantri, 1961 : 8).
19 Agustus
Hari Minggu PPKI antara lain  memutuskan pembentukan Kabinet dan pembagian wilayah RI dalam 8 Provinsi sekaligus menunjuk gubernur-gubernurnya. Kabinet pertama itu berbentuk Kabinet Presidensil yaitu Kabinet yang dipimpin langsung oleh Presiden RI. Tanggal 19 Agustus PPKI membentuk Kabinet RI Pertama yaitu kabinet Presidensiil, ditetapkan berapa Departemen, ditunjuk orang-orang yang akan menjadi Menteri, kecuali Menteri Pertahanan yang masih kurang dan terkecuali memberi pertahanan yang masih kurang dan Gubernur-gubernur untuk tiap-tiap Provinsi ditetapkan orang-orangnya (kempen, 1950:7).
22 Agustus 1945
PPKI bersidang dan menghasilkan ditetapkan pembentukan alat perlengkapan Negara antara lain 
   
1.4    Pertentangan Syahrir dan Sukarno Dalam Kabinet Pertama Republik Indonesia (Kabinet Sutan Syahrir).
Pimpinan pusat di Jakarta hanya mempunyai sedikit hubungan pengaruh atau simpati dengan tindak kekerasan. Kehadiran Sekutu yang lebih awal dan lebih kuat di Jakarta itu mengandung arti bahwa di sana hanya terjadi sedikit kekerasan revolusioner dan pimpinan pusat terikat pada suatu revolusi yang tertib yang akan memperoleh pengakuan diplomatik. Akan tetapi Sukarno yang tampaknya sangat dibutuhkan dan menjalin kerjasama sekaligus mendapat dukungan pihak Jepang.
     Dengan demikian muncullah Sutan Syahrir di dalam gerakan kalangan elite Jakarta, sebagian karena ia tidak bekerjasama dengan pihak Jepang dan oleh karenanya dapat diterima pihak sekutu. Sebagian karena dia diyakini mempunyai pengaruh istimewa dikalangan pemuda Republik. Pamfletnya yang berjudul Perdjuangan Kita diterbitkan bulan Nopember 1945 menunjukkan bahwa Syahrir benar-benar terkait pada gagasan tentang suatu Revolusi Sosialis Internasional yang akan bersifat demokratis, anti bangsawan, anti fasis dan dengan demikian menentang orang-orang seperti Sukarno yang telah mengagumi gagasan-gagasan Jepang.
     Akan tetapi hal itu juga menimbulkan jalan pikiran Syahrir yang bercorak Eropa mendalam. Sehingga sulit baginya memahami ketegangan-ketegangan sosial, apalagi hal itu menunjukkan dasar untuk saling tidak percaya antara dirinya dengan kekuatan militer Republik yang kebanyakan mempunyai akar-akarnya pada pendudukan Jepang. Tanggal 16 Oktober 1945 Syahrir dan Amir Syarifuddin yang tidak saja menolak untuk bekerja sama dengan Jepang, mereka mengadakan suatu pengambil alihan kekuasaan dalam KNIP. Masa kekuasaan presiden yang istimewa berakhir, komite tersebut diberi kekuasaan legislatif yang akan diselenggarakan oleh sebuah Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat yang dipilih oleh Syahrir dan Amir.
Tanggal 14 Nopember dibentuk suatu Kabinet baru Syahrir menjadi Perdana Menteri (1945-7) merangkap sebagai Menteri Luar Negeri dan Menteri Dalam Negeri sedangkan Amir Syarifuddin menjadi Menteri Keamanan Rakyat dan Penerangan. Dengan demikian dalam praktiknya hanya dalam waktu kurang dari 3 bulan UUD 1945 dicabut walaupun dalam teori masih berlaku. Sukarno, Moh.Hatta dan pemimpin lainnya telah dimanfaatkan Jepang dan semakin terdesak ke belakang sementara Syahrir, Amir Syarifuddin dan pengikutnya dalam gerakan-gerakan pemuda bawah tanah memperoleh kekuasaan di pusat ( Ricklefs 1993, 67-68).
     Sejak KNI Pusat berada di bawah Syahrir maka Sutan Syahrir beserta badan pekerjanya memakai kesempatan itu untuk mendesak pemerintahan (Kabinet Pertama) supaya mengumumkan politik programnya. Dari dasar-dasar yang dikeluarkan oleh Syahrir dari garis-garis besar Maklumat politik tanggal 1 Nopember, Syahrir mempergunakan sentimen pemuda di Menteng 31 dan Rakyat yang tidak puas dengan pimpinan Kabinet Presiden RI sebab tidak tegas menghadapi Jepang Iggris. Melihat garis-garis besar Maklumat Politik itu akhirnya Syahrir memanggil lagi sidang KNI Pleno dan rapatnya 26 Nopember memutuskan mengusulkan perubahan pemerintahan lama dengan : mengusulkan pertanggung jawaban Kementerian dan Mengusulkan Susunan Dewan Kementerian baru.
     Putusan inilah yang menyebabkan Syahrir dapat menjatuhkan susunan Kabinet Pertama dengan berubahnya susunan Kabinet Presiden menjadi Kabinet yang bertanggung jawab.

DAFTAR PUSTAKA

Malik,Adam. 1984. Mengabdi Republik. Jakarta : P.T Gunung Agung.
M.C Ricklefs. 1993. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
IC.Krisnadi. 2000. Sejarah Indonesia Kontemporer. Jember: Jember University Press.
D.Rini Yunarti. 2003. BPUPKI, PPKI, Proklamasi Kemerdekaan RI. Jakarta : PT. Kompas Media Nusantara.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar