2.1 Pengertian
Penilaian
Suharsimi Arikunto
(2001: 9-11) mengemukakan bahwa penilaian dilakukan bertujuan 1) merangsang
aktivitas siswa; 2) menemukan penyebab kemajuan atau kegagalan siswa, guru,
maupun proses pembelajaran itu sendiri; 3) memberi atau perkembangan siswa
kepada orang tua dan lembaga pendidikan terkait; dan 5) sebagai feed back
program atau kurikulum pendidikan yang sedang berlaku. Mengingat pentingnya
tujuan penilaian dilakukan, maka seorang guru diharapkan senantiasa melakukan
penilaian dengan berbagai model yang variatif, sehingga siswa sebagai sasaran
penilaian merasakan manfaat dan kebermaknaan dari semua penilaian tersebut.
Mendukung
Teori Bloom (1956), Hasan (2005: 225) menganggap perlu melakukan penilaian
pembelajaran sejarah atas tiga ranah atau domain yaitu kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berpikir manusia yang
terdiri dari 6 jenjang yakni; pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis,
sintesisi, dan evaluasi. Ranah Afektif berhubungan dengan pengembangan sikap dan
kepribadian yang terdiri atas 5 jenjang yakni: penerimaan, penanggapan,
penghargaan, pengorganisasian, dan penjatidirian. Ranah psikomotorik
berhubungan dengan keterampilan motorik yang dikendalikan oleh kematangan
psikologis. Jenjang dari ranah psikomotorik ini adalah persepsi, kesiapan,
penanggapan terpimpin, mekanistik, penanggapan yang bersifat kompleks,
adaptasi, dan originalitas.1
Dengan
demikian, keberhasilan proses pembelajaran, dapat ditunjukkan dengan hasil
pembelajaran. Hasil belajar yang dimaksud adalah terjadinya perubahan dan
perbedaan dalam cara berpikir, merasakan, dan kemampuan untuk bertindak serta
mendapat pengalaman dalam proses pembelajaran. Menurut Kishner (2005), sistem
penilaian mempengaruhi pola dan cara belajar siswa. Oleh karena itu, sistem
penilaian harus direncanakan dengan matang oleh guru. Hal ini diperkuat dengan
pernyataan Fiske (2005) yang mengatakan bahwa penilaian seperti halnya tes
akhir sekolah sangat penting keberadaannya karena pada akhirnya dapat digunakan
sebagai alat ukur utama keberhasilan sebuah kebijakan di sektor pendidikan.2
1.
Aman, Model Evaluasi Pembelajaran Sejarah, Ombak, Yogyakarta, 2011, hal
75.
2.
Aman, Model Evaluasi Pembelajaran Sejarah, Ombak, Yogyakarta, 2011, hal
75-76.
2.2 Pengertian
Pengukuran
Pengukuran
(measurement), didefinisikan oleh Allen & Yen sebagai penetapan angka
secara sistematik untuk menyatakan keadaan individu. Pengukuran merupakan
kuantifikasi tentang keadaan individu baik berupa kemampuan kognitif, afektif,
maupun psikomotor. Konsep pengukuran lebih luas ketimbang konsep tes. Untuk
mengukur suatu karakteristik individu, dapat tanpa menggunakan tes, misalnya
melaui pengamatan, rating scale, atau cara lain untuk mendapatkan informasi
dalam bentuk kuantitatif. Jadi tes adalah suatu metode untuk mengukur tingkat
kemampuan seseorang secara tidak langsung yaitu melalui respons seseorang terhadap
stimulus atau pertanyaan (Djemari Mardapi, 1999: 2). Sementara testing adalah
suatu upaya yang dilakukan untuk mengukur penguasaan materi. Dengan demikian
tes merupakan bagian dari evaluasi.
Proses
pembelajaran merupakan proses yang terpenting karena dari sinilah terjadi
interaksi langsung antara pendidik dan peserta didik. Di sini pula campur
tangan langsung antar pendidik dan peserta didik berlangsung sehingga dapat
dipastikan bahwa hasil pendidikan sangat tergantung dari perilaku pendidik dan
peserta didik. Dengan demikian dapat diyakini bahwa perubahan hanya akan
terjadi perubahan jika terjadi perubahan perubahan perilaku pendidik dan
peserta didik. Dengan demikian posisi pengajar dan peserta didik memiliki
posisi strategis dalam meningkatkan kualitas pembelajaran (Surakhmad, 2000:
31).
Nana
Sudjana (2002: 42) dalam penelitiannya menyampaikan penemuannya bahwa 76.6 %
hasil belajar siswa dipengaruhi oleh kinerja guru, dengan rincian: kompetensi
guru mengajar memberikan sumbangan 32.43 %, penguasaan materi pelajaran
memberikan sumbangan 32.38 % dan sikap guru terhadap mata pelajaran memberikan
sumbangan 8.60 %. Berdasarkan data tersebut, kinerja guru merupakan faktor
utama untuk mencapai keberhasilan program pembelajaran. Sedangkan 23.4 %
dipengaruhi oleh faktor lain seperti sikap dan motivasi siswa, media,
lingkungan belajar,dsb.1
1. Aman,
Model Evaluasi Pembelajaran Sejarah,
Ombak, Yogyakarta, 2011, hal 87.
2.3
Pengertian
Evaluasi
Menurut Croncbach dan
Stufflebeam evaluasi program merupakan upaya menyediakan informasi untuk
disampaikan pada pengambil keputusan. Dalam bidang pendidikan, Tyler
mengemukakan bahwa evaluasi program merupakan proses untuk mengetahui apakah
tujuan pendidikan dapat terealisasikan (Suharsimi Arikunto, 2004: 4). Dengan
demikian evaluasi pembelajaran merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan
secara cermat untuk mengetahui efektifitas masing-masing komponennya.
Secara teoritis evaluasi adalah suatu usaha sistemik dan
sistematik untuk mengumpulkan, menyusun dan mengolah data, fakta dan informasi
dengan tujuan menyimpulkan nilai, makna, kegunaan, prestasi dari suatu program,
dan hasil kesimpulantersebut dapat digunakan dalam rangka pengambilan keputusan,
perencanaan, maupun perbaikan dari suatu program. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa evaluasi merupakan proses menghimpun informasi secara
sistematis melalui pengukuran, penilaian, dan diakhiri dengan evaluasi.
Penilaian dimaksudkan sebagai proses menafsirkan data hasil pengukuran. Oleh
karena itu, evaluasi merupakan suatu proses yang kompleks dan terus menerus
untuk menemukan manfaat suatu kegiatan sebagai pertimbangan dalam menetapkan
suatu keputusan akhir.
Evaluasi pelaksanaan pembelajaran merupakan suatu proses untuk
mendapatkan informasi tentang hasil pembelajaran. Dengan demikian fokus
evaluasi pembelajaran adalah pada hasil, baik yang berupa proses maupun produk.
Informasi hasil pembelajaran ini kemudian dibandingkan dengan hasil
pembelajaran yang telah ditetapkan. Jika hasil nyata pembelajaran tidak sesuai
dengan hasil kurang efektif. Pendidik menggunakan berbagai alat evaluasi sesuai
karakteristik kompetensi yang harus dicapai oleh siswa (Aman, 2011: 83).
Maurice Stringer (Widyoko,2007:90), dengan judul ‘Students evaluations of teaching
effectiveness: A structural modelling approach. Penelitiannya mengajukan
tesis bahwa kualitas pembelajaran dipengaruhi oleh karakteristik guru dan siswa
dalam proses pembelajaran. Sumbangan efektif karakteristik siswa (IQ, Motivasi,
dan Sikap) terhadap hasil pembelajaran sebesar 28 persen. Sedangkan
karakteristik guru (tingkat pendidikan, pengalaman mengajar, kompetensi, sikap,
dan motivasi kerja) memiliki sumbangan efektif sebesar 18 % dan kualitas
pembelajaran sebesar 42 % terhadap hasil belajar siswa.
Berdasarkan berbagai temuan pokok
penelitian di atas, maka pengembangan model evaluasi pembelajaran sejarah lebih
komprehensif. Komprehensif dimaksudkan bahwa evaluasi yang dilakukan memiliki
cakupan yang lebih luas, tidak hanya terbatas pada hasil belajar siswa saja,
melainkan juga mencakup input dan proses pembelajaran.
1. Aman, Model
Evaluasi Pembelajaran Sejarah, Ombak, Yogyakarta, 2011, hal 93-94.
2.4 Makna
dan Diagram Penilaian dalam Pendidikan
a. Makna Bagi Siswa
dengan diadakannya penilaian, maka siswa
dapat mengetahui sejauh mana telah
berhasil mengikuti pelajaran yang diberikan oleh guru. Hasil yang diperoleh
siswa dari pekerjaan menilai ini ada 2 kemungkinan:
1) Memuaskan
Jika
siswa memperoleh hasil yang memuaskan dan menyenangkan. Akibatnya siswa akan
mempunyai motivasi yang cukup besar untuk belajar lebih giat agar mendapat
hasil yang memuaskan lagi.
2) Tidak
Memuaskan
Jika
siswa tidak puasdengan hasil yang yang diperoleh ia akan berusaha agar lain
kali tidak terulang kembali. Maka ia akan lebih giat belajar lagi.
a.
Makna Bagi Guru
1) Guru
akan mengetahui siswa mana yang bisa melanjutkan pelajarannya karena berhasil
menguasai materi.
2) Guru
mengetahui materi apakah yang diajarkan sudah tepat bagi siswa sehingga untuk
memberikan pengajaran diwaktu yang akan datang.
3) Guru
akan mengetahui apakah metode yang digunakan apakah sudah tepat.
b.
Makna Bagi Sekolah
1) Apakah
guru mengadakan penilaian diketahui bagaimana hasil belajar siswa-siswanya.
2) Informasi
dari guru tentang tepat tidaknya kurikulum untuk sekolah menjadi bahan bagi
perencanaan sekolah.
3) Informasi
hasil penilaian yang diperoleh dari tahun ke tahun.
Diagram
dalam Pendidikan
Jika digambarkan dalam bentuk
diagram akan terlihat sebagai berikut;
·
Input
Input
adalah bahan mentah yang dimaksudkan ke dalam transformasi. Maksudnya bahan
mentah adalah calon siswa yang baru akan memasuki sekolah. Sebelum memasuki
sutu sekolah, calon siswa itu dinilai kemampuannya.
·
Output
Output
atau keluaran adalah bahan jadi yang dihasilkan oleh transformasi. Yang
dimaksud dalam pembicaraan ini adalah siswa lulusan sekolah yang bersangkutan,
untuk menentukan apakah seorang siswa berhak lulus atau tidak perlu diadakan
kegiatan penilaian.
·
Transformasi
Tansformasi
dalam pembelajaran diartikan sebagai proses pergantian atau perubahan bentuk.
Contoh; siswa yang sedang belajar diumpamakan sesuatu yang dimasukkan ke dalam
pemrosesan untuk diubah dari belum tahu agar menjadi sudah tahu. Dalam proses
transformasi, selain siswa sebagai bahan yang diolah, masih ada 2 masukan lain.
Yang pertama berfungsi membantu atau memperlancar terjadinya proses sedangkan
kedua, berupa lingkungan yang berpengaruh terjadinya proses. Agar proses
transformasi dapat berperan aktif memperbaiki mutu pendidikan, mari kita
cermati;
a. Siswa
diubah dalam proses dari mentah menjadi matang, disebut masukan mentah.
b. Masukan
pendukung terjadinya proses ini disebut masukan instrumental. Faktor-faktor
yang termasuk dalam masukan instrumental ada 4 yaitu; guru, materi, sarana
pendidikan, dan pengelolaan.
c. Masukan
lain adalah lingkungan, baik berupa benda, alam, maupun manusia.
2.5 Tujuan atau Fungsi dan ciri-ciri Penilaian
Dengan
mengetahui makna penilaian ditinjau dari berbagai segi dalam sistem pendidikan,
maka dari itu terdapat beberapa tujuan atau fungsi penilaian yaitu;
a. Penilaian
Berfungsi Selektif
Dengan
cara mengadakan penilaian guru mempunyai cara untuk mengadakan seleksi atau
penilaian terhadap siswanya. Penilaian itu sendiri mempunyai berbagai tujuan
antara lain, memilih siswa yang dapat diterima di sekolah tertentu, memilih
siswa yang dapat naik kelas, memilih siswa yang seharusnya mendapat beasiswa,
memilih siswa yang berhak meninggalkan sekolah.
b. Penilaian
Berfungsi Diagnostik
Dengan
mengadakan penilaian, sebenarnya guru melakukan diagnosis kepada siswa tentang
kebaikan dan kelemahannya. Dengan diketahuinya sebab-sebab kelemahan ini, akan
mudah mencari cara untuk mengatasinya.
c. Penilaian
Berfungsi sebagai Penempatan
Sebagai
alasan dari timbulnya sistem ini adalah adanya pengakuan yang besar terhadap
kemampuan individual, setiap siswa sejak lahir telah membawa bakat
sendiri-sendiri sehingga pelajaran akan lebih efektif disesuaikan dengan
pembawaan yang ada. Untuk dapat menentukan dengan pasti di kelompok mana
seorang siswa harus ditempatkan, digunakan suatu penilaian.
d. Penilaian
Berfungsi sebagai Pengukur Keberhasilan
Fungsi
keempat dari penilaian ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana suatu
program berhasil diterapkan. Keberhasilan program ditentukan oleh beberapa
faktor, yaitu faktor guru, metode mengajar, kurikulum, sarana, dan sistem
administrasi.
Ciri – Ciri Penilaian dalam
Pendidikan
1.
Ciri pertama yaitu bahwa penilaian
dilakukan secara tidak langsung. Dalm contoh ini, akan mengukur kepandaian
melaui ukuran kemampuan menyelesaikan soal-soal.
2.
Ciri Kedua yaitu penggunaan ukuran
kuantitatif. Penilaian pendidikan bersifat kuantitatif artinya menggunakan
simbol bilangan sebagai hasil pertama pengukuran.
3.
Ciri Ketiga dari penilaian, yaitu bahwa
penilaian pendidikan menggunakan, unit-unit atau satuan yang tetap.
4.
Ciri Keempat dari penilaian pendidikan
adalah bersifat relatif, artinya tidak sama atau tidak selalu tetapdari waktu
ke waktu yang lain
5.
Ciri Kelima dalam penilaian pendidikan
adalah penilaian pendidikan itu sering terjadi kesalahan-kesalahan dari faktor;
terletak pada alat ukurnya, terletak pada orang yang melakukan penilaian,
terletak pada anak yang dinilai, terletak pada situasi di mana penilaian
berlangsung.
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dengan
demikian mengevaluasi keberhasilan program pembelajaran sejarah tidak cukup
hanya berdasarkan penilaian hasil belajar siswa yang terbatas pada aspek
akademik saja, melainkan menjangkau penilaian hasil belajar yang lain yaitu
kesadaran sejarah dan nasionalisme. Evaluasi program pembelajaran sejarah yang
didasarkan pada penilaian hasil belajar berupa kecakapan akademik saja
merupakan kelemahan evaluasi program pembelajaran sejarah selama ini. Untuk
lebih mengoptimalkan evaluasi program pembelajaran sejarah SMA maka perlu
diadakan secara komprehensif tidak hanya terfokus pada aspek output
pembelajaran semata, melainkan menyentuh ranah pembelajaran sejarah. Output
pembelajaran tidak hanya terfokus pada penilaian keterampilan akademis tetapi
menyangkut penilaian terhadap kesadaran sejarah dan nasionalisme. Sejarah
merupakan bidang studi yang mempersiapkan peserta didik yang memiliki kesadaran
sejarah dan nasionalisme sebagai pendukung character
and nation building (Aman, 2011: 76-77).
3.2 Saran
Berpijak pada
penulisan Makalah ini saya sebagai penulis memohon saran dari Dosen Pengampu
Mata Kuliah Evaluasi Hasil Belajar Bidang Studi untuk menyempurnakan dalam
penulisan Makalah yang berjudul ‘Bab 1 Pendahuluan, Pengukuran, Penilaian,
dan Evaluasi’. Dalam penulisan Makalah ini Penulis menggunakan
sumber-sumber sekunder, yaitu bahan-bahan literatur. Kritik yang membangun
Penulis harapkan guna untuk menambahkan penjelasan materi.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 1986.
Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Yogyakarta:
Bumi Aksara.
Aman, Dr.M.Pd. 2011. Model Evaluasi Pembelajaran Sejarah.
Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar